SUPERSEMAR
Dada Soekarno malam itu mungkin tak sebusung waktu ia
mengatakan ini dadaku mana dadamu kepada Malaysia. Dini hari, 11 Maret 1966 di
Istana Bogor, pistol FN-46 itu ditodongkan Brigjen Basuki Rachmat ke dada sang
presiden. Soekarno dipaksa untuk meneken sebuah surat di dalam map merah jambu.
Dalam Mereka Menodong Soekarno, Letnan Satu (lettu) Sukardjo
Wilardjito, pengawal presiden yang berjaga malam itu, mengaku langsung mencabut
pistolnya. Namun, Soekarno menyuruh pengawalnya itu untuk memasukkan kembali ke
sarungnya.
Saat membaca isi naskah di map merah itu, kata dia, Soekarno
sempat bertanya "Lho, diktumnya kok diktum militer, bukan diktum
kepresidenan!" Secara refleks, kata Sukardjo, ia melihat naskah tersebut.
Kop surat, kata dia, tidak ada lambang kepresidenan. Dia justru melihat kop
Markas Besar Angkatan Darat (MBAD) di sisi kiri atas surat tersebut.
"Untuk mengubah waktunya sudah sangat sempit.
Tandatangani sajalah, Paduka. Bismillah," kata Basuki Rachmat, yang
ditemani Brigjen Amirmachmud, Brigjen M Jusuf dan M Panggabean.
Surat yang kemudian dikenal dengan Surat Perintah 11 Maret
1966 (Supersemar) itu akhirnya diteken oleh Soekarno. Keempat jenderal utusan
Soeharto itu lantas membawa surat dengan sumringah. Setelah kejadian itu,
Soekarno langsung mewanti-wanti Sukardjo.
Kamu harus keluar dari istana, dan kamu harus hati-hati,
ujar Sukardjo menirukan pesan Soekarno saat itu.
Dan benar saja, tak lama setelah kejadian itu, Sukardjo
dilucuti oleh pasukan Kostrad dan RPKAD untuk kemudian ditahan. Dia dipenjara
oleh Orde Baru tanpa peradilan selama 14 tahun. Selama ditahan, ia menerima
penyiksaan, seperti disetrum puluhan kali dan dipaksa mengaku PKI.
Meski banyak yang membantah cerita tersebut, setidaknya
itulah kesaksian dari Sukardjo, pengawal presiden, yang kedatangan tamu empat
jenderal pada pukul 01.00 WIB. Selain soal pistol, kesaksian yang paling
diragukan adalah kehadiran Brigjen M Panggabean. Dari beberapa versi cerita,
cuma Sukardjo yang mengatakan kehadiran Panggabean di Istana Bogor.
Namun, tak sedikit juga yang memperkuat kesaksian Sukardjo.
Mereka yang memperkuat kesaksian Sukardjo adalah R Seoekiram, S Ponirah,
Soeprapto Karto Siswoyo dan Rian Ismali. Keempatnya merupakan purnawirawan CPM
dan TNI AD.
Akibat pengakuannya yang menghebohkan usai reformasi pecah
pada 1998 itu, Sukardjo sempat menghadapi proses hukum atas tuduhan menyebarkan
berita bohong. Namun, ia berhasil lolos dari jeratan hukum karena tuduhan itu
tidak terbukti.
0 komentar: