DPR Terbelah, Ini 5 Efek Samping untuk Bangsa dan Negara
Jakarta - Konflik kepentingan di DPR tak kunjung
mereda. Sejumlah efek samping terhadap bangsa pun sudah dan akan mulai
terasa jika jalan damai tak kunjung ditempuh.
Tak bisa dipungkiri DPR memegang peran penting terhadap jalannya pemerintahan. Seperti diketahui, DPR memiliki tiga fungsi, yaitu legislasi atau membuat undang-undang, penganggaran, dan pengawasan terhadap kinerja pemerintah.
Perselisihan berkepanjangan yang terjadi sekarang ini membuat fungsi-fungsi itu tak bisa berjalan dengan maksimal. Pembuatan Undang-undang tak bisa berjalan karena alat kelengkapan dewan belum terbentuk sempurna, begitu juga dengan penganggaran, dan tentunya pengawasan terhadap kinerja pemerintah juga tak maksimal.
Apa saja sebenarnya dampak buruk dari perpecahan di DPR, berikut ulasannya:
Tak bisa dipungkiri DPR memegang peran penting terhadap jalannya pemerintahan. Seperti diketahui, DPR memiliki tiga fungsi, yaitu legislasi atau membuat undang-undang, penganggaran, dan pengawasan terhadap kinerja pemerintah.
Perselisihan berkepanjangan yang terjadi sekarang ini membuat fungsi-fungsi itu tak bisa berjalan dengan maksimal. Pembuatan Undang-undang tak bisa berjalan karena alat kelengkapan dewan belum terbentuk sempurna, begitu juga dengan penganggaran, dan tentunya pengawasan terhadap kinerja pemerintah juga tak maksimal.
Apa saja sebenarnya dampak buruk dari perpecahan di DPR, berikut ulasannya:
1. Kemitraan dengan Pemerintah Terhambat
Komisi-komisi
dan alat kelengkapan dewan di DPR bermitra dengan pemerintah. Dualisme
kepemimpinan dewan membuat kerja sama kemitraan denga pemerintah ini
terhambat.
"Dampak terburuk, pembahasan terkait hubungannya dengan pemerintah tidak akan bisa jalan, karena sulit sekali untuk kuorum," kata mantan Ketua DPR Marzuki Alie kepada detikcom, Rabu (5/11/2014).
Dengan komposisi KMP vs KIH yang 5 fraksi versus 5 fraksi, kuorum akan sulit dicapai dalam rapat-rapat di DPR. Ada aturan bahwa rapat di DPR kuorum jika dihadiri oleh separuh lebih fraksi di DPR.
"Dikhawatirkan program-program pemerintah menjadi terhambat," ujar Marzuki.
"Dampak terburuk, pembahasan terkait hubungannya dengan pemerintah tidak akan bisa jalan, karena sulit sekali untuk kuorum," kata mantan Ketua DPR Marzuki Alie kepada detikcom, Rabu (5/11/2014).
Dengan komposisi KMP vs KIH yang 5 fraksi versus 5 fraksi, kuorum akan sulit dicapai dalam rapat-rapat di DPR. Ada aturan bahwa rapat di DPR kuorum jika dihadiri oleh separuh lebih fraksi di DPR.
"Dikhawatirkan program-program pemerintah menjadi terhambat," ujar Marzuki.
2. Proses Seleksi Jabatan Publik Terbengkalai
DPR
juga memiliki tugas untuk menyeleksi calon pejabat publik, seperti hakim
Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, dan Komisioner KPK. Jika DPR belum
bersatu, maka proses seleksi itu bisa tak bisa berjalan.
"Semua proses fit dan proper test tidak akan jalan, khususnya jabatan-jabatan publik yang diproses di DPR, tidak akan juga berjalan," kata mantan Ketua DPR Marzuki Alie saat berbincang dengan detikcom, Rabu (5/11/2014).
Paling dekat, DPR akan menyeleksi calon komisioner KPK. Sudah ada dua nama yang siap dibawa panitia seleksi ke DPR, yaitu Busyro Muqoddas dan Robby Arya Brata.
"Semua proses fit dan proper test tidak akan jalan, khususnya jabatan-jabatan publik yang diproses di DPR, tidak akan juga berjalan," kata mantan Ketua DPR Marzuki Alie saat berbincang dengan detikcom, Rabu (5/11/2014).
Paling dekat, DPR akan menyeleksi calon komisioner KPK. Sudah ada dua nama yang siap dibawa panitia seleksi ke DPR, yaitu Busyro Muqoddas dan Robby Arya Brata.
3. Anggaran untuk Kementerian Baru Belum Bisa Dibahas
Perpecahan
di DPR juga berdampak pada anggaran untuk sejumlah kementerian dengan
nomenklatur baru. Pembahasan anggaran sulit digelar karena DPR belum
bersatu.
"Yang jelas untuk kementerian dengan nomenklatur baru ini kan tentu tidak bisa langsung bekerja, karena bagaimana pun ketika nomenklatur baru ada implikasi anggaran. Ini harus komunikasi dengan DPR," kata mantan Wakil Ketua DPR Sohibul Iman saat berbincang dengan detikcom, Rabu (5/11/2014).
Rapat pengambilan keputusan terhadap anggaran kementerian dengan nomenklatur baru itu bisa tak maksimal karena lima fraksi dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH) tak mau ikut rapat. Bahkan, kuorum rapat pembahasan anggaran itu juga bisa dipertanyakan. Sebab, kedua kubu sama-sama memiliki lima fraksi. Sedangkan aturan kuorum mengharuskan rapat pengambilan keputusan dihadiri lebih dari separuh fraksi yang ada di DPR.
"Yang jelas untuk kementerian dengan nomenklatur baru ini kan tentu tidak bisa langsung bekerja, karena bagaimana pun ketika nomenklatur baru ada implikasi anggaran. Ini harus komunikasi dengan DPR," kata mantan Wakil Ketua DPR Sohibul Iman saat berbincang dengan detikcom, Rabu (5/11/2014).
Rapat pengambilan keputusan terhadap anggaran kementerian dengan nomenklatur baru itu bisa tak maksimal karena lima fraksi dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH) tak mau ikut rapat. Bahkan, kuorum rapat pembahasan anggaran itu juga bisa dipertanyakan. Sebab, kedua kubu sama-sama memiliki lima fraksi. Sedangkan aturan kuorum mengharuskan rapat pengambilan keputusan dihadiri lebih dari separuh fraksi yang ada di DPR.
4. Pengawasan Terhadap Kinerja Pemerintah Jadi Tak Maksimal
Pengawasan
terhadap kinerja pemerintah juga bisa tak maksimal. DPR bisa menghambat
gerak cepat pemerintah karena fraksi-fraksi yang ada di dalamnya tak
kunjung bersatu.
"Karena pengawasan bisa tak maksimal, jadi pemerintah juga tidak bisa berjalan dengan kecepatan normalnya," kata mantan Wakil Ketua DPR Sohibul Iman saat berbincang dengan detikcom, Rabu (5/11/2014).
Sohibul mencontohkan pengawasan program kartu-kartu 'sakti' yang dikeluarkan oleh Presiden Jokowi. Politikus PKS ini mengatakan DPR perlu mendalami program kartu-kartu itu dengan memanggil dan bertanya ke pemerintah. Namun mungkin pemanggilan itu belum bisa dilakukan dalam waktu dekat karena harus menyelesaikan konflik internal.
"Walaupun Pak Jokowi sudah melaksanakan program itu, dari pihak kami, DPR, menyimpan banyak pertanyaan, belum pernah dipresentasikan di sini tapi sudah dilaksanakan," ujar pria yang kini duduk sebagai Wakil Ketua Komisi X DPR ini.
"Tapi karena ada dinamika seperti ini di DPR, jadi mungkin pemanggilan belum dalam waktu dekat," imbuhnya.
"Karena pengawasan bisa tak maksimal, jadi pemerintah juga tidak bisa berjalan dengan kecepatan normalnya," kata mantan Wakil Ketua DPR Sohibul Iman saat berbincang dengan detikcom, Rabu (5/11/2014).
Sohibul mencontohkan pengawasan program kartu-kartu 'sakti' yang dikeluarkan oleh Presiden Jokowi. Politikus PKS ini mengatakan DPR perlu mendalami program kartu-kartu itu dengan memanggil dan bertanya ke pemerintah. Namun mungkin pemanggilan itu belum bisa dilakukan dalam waktu dekat karena harus menyelesaikan konflik internal.
"Walaupun Pak Jokowi sudah melaksanakan program itu, dari pihak kami, DPR, menyimpan banyak pertanyaan, belum pernah dipresentasikan di sini tapi sudah dilaksanakan," ujar pria yang kini duduk sebagai Wakil Ketua Komisi X DPR ini.
"Tapi karena ada dinamika seperti ini di DPR, jadi mungkin pemanggilan belum dalam waktu dekat," imbuhnya.
5. Gaji Tenaga Ahli dan Sespri Anggota DPR Belum Bisa Dibayar
Konflik
kepentingan anggota DPR juga berdampak ke tenaga ahli dan sekretaris
pribadi. Tenaga ahli dan staf di DPR mengaku belum menerima gaji. Banyak
dari mereka yang mengalami kesulitan keuangan.
Sekjen DPR Winantuningtyastiti mengatakan tenaga ahli dan asisten pribadi DPR yang baru belum bisa direkrut lagi secara resmi. Perekrutan mereka erat kaitannya dengan kerja anggota DPR di Badan Legislasi.
"Tenaga Ahli dan Aspri selesai tugas 30 September sama dengan masa bakti anggota. Untuk diangkat lagi sesuai UU MD3, rekrutmen diatur dengan peraturan DPR yang sedang dibahas di Badan Legislasi," kata Winantuningtyastiti kepada detikcom melalui pesan singkat, Selasa (4/11) malam.
Badan Legislasi memang telah terbentuk, namun belum sempurna. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, anggota DPR dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH) belum mau merapat, sehingga Badan Legislasi belum bisa membuat aturan ataupun mengambil keputusan. Para tenaga ahli dan asisten pribadi pun belum bisa diangkat lagi.
"Jadi bukan gajinya tidak dibayar, tapi memang belum diangkat lagi," tegasnya.
Sekjen DPR Winantuningtyastiti mengatakan tenaga ahli dan asisten pribadi DPR yang baru belum bisa direkrut lagi secara resmi. Perekrutan mereka erat kaitannya dengan kerja anggota DPR di Badan Legislasi.
"Tenaga Ahli dan Aspri selesai tugas 30 September sama dengan masa bakti anggota. Untuk diangkat lagi sesuai UU MD3, rekrutmen diatur dengan peraturan DPR yang sedang dibahas di Badan Legislasi," kata Winantuningtyastiti kepada detikcom melalui pesan singkat, Selasa (4/11) malam.
Badan Legislasi memang telah terbentuk, namun belum sempurna. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, anggota DPR dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH) belum mau merapat, sehingga Badan Legislasi belum bisa membuat aturan ataupun mengambil keputusan. Para tenaga ahli dan asisten pribadi pun belum bisa diangkat lagi.
"Jadi bukan gajinya tidak dibayar, tapi memang belum diangkat lagi," tegasnya.
Sumber : http://news.detik.com/read/2014/11/05/152933/2739835/10/6/dpr-terbelah-ini-5-efek-samping-untuk-bangsa-dan-negara#bigpic
0 komentar: