Gunung Merapi
Gunung Merapi (ketinggian
puncak 2.968 m dpl, per 2006) adalah gunung berapi di bagian tengah Pulau Jawa
dan merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Lereng sisi selatan
berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan
sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di
sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten
di sisi tenggara. Kawasan hutan di sekitar puncaknya menjadi kawasan Taman
Nasional Gunung Merapi sejak tahun 2004.
Gunung ini sangat berbahaya
karena menurut catatan modern mengalami erupsi (puncak keaktifan) setiap dua
sampai lima tahun sekali dan dikelilingi oleh pemukiman yang sangat padat.
Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali.[butuh rujukan]
Kota Magelang dan Kota Yogyakarta adalah kota besar terdekat, berjarak di bawah
30 km dari puncaknya. Di lerengnya masih terdapat pemukiman sampai ketinggian
1700 m dan hanya berjarak empat kilometer dari puncak. Oleh karena tingkat kepentingannya
ini, Merapi menjadi salah satu dari enam belas gunung api dunia yang termasuk
dalam proyek Gunung Api Dekade Ini (Decade Volcanoes).
Gunung Merapi adalah gunung
termuda dalam rangkaian gunung berapi yang mengarah ke selatan dari Gunung Ungaran.
Gunung ini terbentuk karena aktivitas di zona subduksi Lempeng Indo-Australia
yang bergerak ke bawah Lempeng Eurasia menyebabkan munculnya aktivitas vulkanik
di sepanjang bagian tengah Pulau Jawa. Puncak yang sekarang ini tidak ditumbuhi
vegetasi karena aktivitas vulkanik tinggi. Puncak ini tumbuh di sisi barat daya
puncak Gunung Batulawang yang lebih tua.
Proses pembentukan Gunung
Merapi telah dipelajari dan dipublikasi sejak 1989 dan seterusnya.
Berthomier, seorang sarjana Prancis, membagi perkembangan Merapi dalam empat
tahap. Tahap pertama adalah Pra-Merapi (sampai 400.000 tahun yang lalu),
yaitu Gunung Bibi yang bagiannya masih dapat dilihat di sisi timur puncak
Merapi. Tahap Merapi Tua terjadi ketika Merapi mulai terbentuk namun belum
berbentuk kerucut (60.000 - 8000 tahun lalu). Sisa-sisa tahap ini adalah Bukit
Turgo dan Bukit Plawangan di bagian selatan, yang terbentuk dari lava basaltik.
Selanjutnya adalah Merapi Pertengahan (8000 - 2000 tahun lalu), ditandai dengan
terbentuknya puncak-puncak tinggi, seperti Bukit Gajahmungkur dan Batulawang,
yang tersusun dari lava andesit. Proses pembentukan pada masa ini ditandai
dengan aliran lava, breksiasi lava, dan awan panas. Aktivitas Merapi telah
bersifat letusan efusif (lelehan) dan eksplosif. Diperkirakan juga terjadi
letusan eksplosif dengan runtuhan material ke arah barat yang meninggalkan
morfologi tapal kuda dengan panjang 7 km, lebar 1-2 km dengan beberapa bukit di
lereng barat. Kawah Pasarbubar (atau Pasarbubrah) diperkirakan terbentuk pada
masa ini. Puncak Merapi yang sekarang, Puncak Anyar, baru mulai terbentuk
sekitar 2000 tahun yang lalu. Dalam perkembangannya, diketahui terjadi beberapa
kali letusan eksplosif dengan VEI 4 berdasarkan pengamatan lapisan tefra.
Karakteristik letusan sejak
1953 adalah desakan lava ke puncak kawah disertai dengan keruntuhan kubah lava
secara periodik dan pembentukan awan panas (nuée ardente) yang dapat meluncur
di lereng gunung atau vertikal ke atas. Letusan tipe Merapi ini secara umum
tidak mengeluarkan suara ledakan tetapi desisan. Kubah puncak yang ada sampai
2010 adalah hasil proses yang berlangsung sejak letusan gas 1969.
Pakar geologi pada tahun 2006
mendeteksi adanya ruang raksasa di bawah Merapi berisi material seperti lumpur
yang secara "signifikan menghambat gelombang getaran gempa bumi".
Para ilmuwan memperkirakan material itu adalah magma. Kantung magma ini
merupakan bagian dari formasi yang terbentuk akibat menghunjamnya Lempeng
Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia.
Puncak Merapi pada tahun 1930 |
Letusan-letusan kecil terjadi
tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-15 tahun sekali.
Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar tercatat pada tahun 1006 (dugaan),
1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan pada tahun 1006 membuat seluruh bagian
tengah Pulau Jawa diselubungi abu, berdasarkan pengamatan timbunan debu
vulkanik.[7] Ahli geologi Belanda, van Bemmelen, berteori bahwa letusan
tersebut menyebabkan pusat Kerajaan Medang (Mataram Kuno) harus berpindah ke
Jawa Timur. Letusan pada tahun 1872 dianggap sebagai letusan terkuat dalam
catatan geologi modern dengan skala VEI mencapai 3 sampai 4. Letusan terbaru,
2010, diperkirakan juga memiliki kekuatan yang mendekati atau sama. Letusan
tahun 1930, yang menghancurkan tiga belas desa dan menewaskan 1400 orang,
merupakan letusan dengan catatan korban terbesar hingga sekarang.
Letusan bulan November 1994
menyebabkan luncuran awan panas ke bawah hingga menjangkau beberapa desa dan
memakan korban 60 jiwa manusia. Letusan 19 Juli 1998 cukup besar namun mengarah
ke atas sehingga tidak memakan korban jiwa. Catatan letusan terakhir gunung ini
adalah pada tahun 2001-2003 berupa aktivitas tinggi yang berlangsung
terus-menerus. Pada tahun 2006 Gunung Merapi kembali beraktivitas tinggi dan
sempat menelan dua nyawa sukarelawan di kawasan Kaliadem karena terkena
terjangan awan panas. Rangkaian letusan pada bulan Oktober dan November 2010
dievaluasi sebagai yang terbesar sejak letusan 1872[8] dan memakan korban nyawa
273 orang (per 17 November 2010)[9], meskipun telah diberlakukan pengamatan
yang intensif dan persiapan manajemen pengungsian. Letusan 2010 juga teramati
sebagai penyimpangan dari letusan "tipe Merapi" karena bersifat
eksplosif disertai suara ledakan dan gemuruh yang terdengar hingga jarak 20-30
km.
Gunung ini dimonitor non-stop
oleh Pusat Pengamatan Gunung Merapi di Kota Yogyakarta, dibantu dengan berbagai
instrumen geofisika telemetri di sekitar puncak gunung serta sejumlah pos
pengamatan visual dan pencatat kegempaan di Ngepos (Srumbung), Babadan, dan
Kaliurang.
Erupsi 2006
Di bulan April dan Mei 2006,
mulai muncul tanda-tanda bahwa Merapi akan meletus kembali, ditandai dengan
gempa-gempa dan deformasi. Pemerintah daerah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta
sudah mempersiapkan upaya-upaya evakuasi. Instruksi juga sudah dikeluarkan oleh
kedua pemda tersebut agar penduduk yang tinggal di dekat Merapi segera
mengungsi ke tempat-tempat yang telah disediakan.
Pada tanggal 15 Mei 2006
akhirnya Merapi meletus. Lalu pada 4 Juni, dilaporkan bahwa aktivitas Gunung
Merapi telah melampaui status awas. Kepala BPPTK Daerah Istimewa Yogyakarta,
Ratdomo Purbo menjelaskan bahwa sekitar 2-4 Juni volume lava di kubah Merapi
sudah mencapai 4 juta meter kubik - artinya lava telah memenuhi seluruh kapasitas
kubah Merapi sehingga tambahan semburan lava terbaru akan langsung keluar dari
kubah Merapi.
Tanggal 1 Juni, Hujan abu
vulkanik dari luncuran awan panas Gunung Merapi yang lebat, tiga hari
belakangan ini terjadi di Kota Magelang dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Muntilan sekitar 14 kilometer dari Puncak Merapi, paling merasakan hujan abu
ini.
Tanggal 8 Juni, Gunung Merapi
pada pukul 09.03 WIB meletus dengan semburan awan panas yang membuat ribuan
warga di wilayah lereng Gunung Merapi panik dan berusaha melarikan diri ke
tempat aman. Hari ini tercatat dua letusan Merapi, letusan kedua terjadi
sekitar pukul 09.40 WIB. Semburan awan panas sejauh 5 km lebih mengarah ke hulu
Kali Gendol (lereng selatan) dan menghanguskan sebagian kawasan hutan di utara
Kaliadem di wilayah Kabupaten Sleman.
Erupsi 2010
Peningkatan status dari
"normal aktif" menjadi "waspada" pada tanggal 20 September
2010 direkomendasi oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi
Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta. Setelah sekitar satu bulan, pada tanggal 21
Oktober status berubah menjadi "siaga" sejak pukul 18.00 WIB. Pada
tingkat ini kegiatan pengungsian sudah harus dipersiapkan. Karena aktivitas
yang semakin meningkat, ditunjukkan dengan tingginya frekuensi gempa multifase
dan gempa vulkanik, sejak pukul 06.00 WIB tangggal 25 Oktober BPPTK Yogyakarta
merekomendasi peningkatan status Gunung Merapi menjadi "awas" dan
semua penghuni wilayah dalam radius 10 km dari puncak harus dievakuasi dan
diungsikan ke wilayah aman.
Seorang siswa SD tengah mengemudikan sepeda ketika erupsi Merapi 2010. |
Erupsi pertama terjadi
sekitar pukul 17.02 WIB tanggal 26 Oktober. Sedikitnya terjadi hingga tiga kali
letusan. Letusan menyemburkan material vulkanik setinggi kurang lebih 1,5 km
dan disertai keluarnya awan panas yang menerjang Kaliadem, Desa Kepuharjo,
Kecamatan Cangkringan, Sleman. dan menelan korban 43 orang, ditambah
seorang bayi dari Magelang yang tewas karena gangguan pernapasan.
Sejak saat itu mulai terjadi
muntahan awan panas secara tidak teratur. Mulai 28 Oktober, Gunung Merapi
memuntahkan lava pijar yang muncul hampir bersamaan dengan keluarnya awan panas
pada pukul 19.54 WIB. Selanjutnya mulai teramati titik api diam di puncak
pada tanggal 1 November, menandai fase baru bahwa magma telah mencapai lubang
kawah.
Namun, berbeda dari karakter
Merapi biasanya, bukannya terjadi pembentukan kubah lava baru, malah yang
terjadi adalah peningkatan aktivitas semburan lava dan awan panas sejak 3
November. Erupsi eksplosif berupa letusan besar diawali pada pagi hari Kamis, 4
November 2010, menghasilkan kolom awan setinggi 4 km dan semburan awan panas ke
berbagai arah di kaki Merapi. Selanjutnya, sejak sekitar pukul tiga siang hari
terjadi letusan yang tidak henti-hentinya hingga malam hari dan mencapai
puncaknya pada dini hari Jumat 5 November 2010. Menjelang tengah malam, radius
bahaya untuk semua tempat diperbesar menjadi 20 km dari puncak. Rangkaian
letusan ini serta suara gemuruh terdengar hingga Kota Yogyakarta (jarak sekitar
27 km dari puncak), Kota Magelang, dan pusat Kabupaten Wonosobo (jarak 50 km).
Hujan kerikil dan pasir mencapai Kota Yogyakarta bagian utara, sedangkan hujan
abu vulkanik pekat melanda hingga Purwokerto dan Cilacap. Pada siang harinya,
debu vulkanik diketahui telah mencapai Tasikmalaya, Bandung, dan Bogor.
Bahaya sekunder berupa aliran
lahar dingin juga mengancam kawasan lebih rendah setelah pada tanggal 4
November terjadi hujan deras di sekitar puncak Merapi. Pada tanggal 5 November
Kali Code di kawasan Kota Yogyakarta dinyatakan berstatus "awas" (red
alert).
Letusan kuat 5 November
diikuti oleh aktivitas tinggi selama sekitar seminggu, sebelum kemudian terjadi
sedikit penurunan aktivitas, namun status keamanan tetap "Awas". Pada
tanggal 15 November 2010 batas radius bahaya untuk Kabupaten Magelang dikurangi
menjadi 15 km dan untuk dua kabupaten Jawa Tengah lainnya menjadi 10 km. Hanya
bagi Kab. Sleman yang masih tetap diberlakukan radius bahaya 20 km.
0 komentar: